Thursday, December 11, 2014

Keindahan Kairo mesir

Mesir adalah sebuah negara yang berada di benua Afrika bagian utara, berbatasan dengan Laut Mediterania di utara, Jalur Gaza dan Israel di timur laut, Laut Merah di timur, Sudan di selatan dan Libya di barat.

Daratan Mesir hampir semuanya terdiri dari gurun pasir (gurun Sahara), tapi Sungai Nil yang bermuara di Laut Mediterania menjadikan sebagian wilayah di Mesir menjadi hijau. Sejarah peradaban manusia pun awalnya dari pinggiran sungai Nil. Sungai Nil yang menjadi sumber pengairan Mesir sejak ribuan tahun lalu masih mengalir hingga kini dan tak pernah kering sehingga Mesir memiliki tanah yang subur.

Mesir adalah negeri dengan kisah sejarah paling komplit, dari sejarah peradaban kuno sampai peradaban Islam ada disini. Ratusan kisah yang tersebut dalam Al-Qur’an terjadi di negeri ini, tapi kisah Nabi Musa dan Fir’aun lah yang paling banyak disebutkan. Jejak-jejak sejarah juga masih bisa kita saksikan dan masih utuh, kita akan seperti diajak melewati lorong waktu.  Jadi Mesir memang layak untuk dijadikan destinasi wisata terutama wisata sejarah.

Banyak tempat yang wajib dikunjungi selama di Mesir khususnya Kairo, maka sediakan waktu minimal 4 hari agar leluasa menikmati tempat-tempat bersejarah di sini. Mana saja tempat yang diprioritaskan untuk dikunjungi, bagaimana mengurus visanya, lalu berapa estimasi biaya, seperti tiket pesawat, hotel dan transportasi selama di Kairo?
Mungkin tips-tips yang akan saya tuliskan akan membantu anda yang punya rencana mengunjungi Mesir terutama bagi yang ingin bepergian tanpa ikut paket wisata. Saran saya sih mendingan pergi sendiri karena biasanya paket wisata tidak mengajak anda ke masjid-masjid tua.
  1. Harga tiket pesawat Jakarta-Kairo berkisar antara 8  juta rupiah sampai 15 juta rupiah pergi pulang. Pandai-pandai saja mencari tiket promo di internet. Banyak maskapai yang melayani penerbangan dari Jakarta ke Kairo seperti Emirates, Etihad, Singapore Airline, Kuwait Air dan lain-lain sayangnya Garuda Indonesia belum melayani.

  2. Untuk mengurus visa ke Mesir, tanyakan saja pada biro-biro wisata atau datang langsung ke kedutaan Mesir. Visa Mesir biasanya hanya berupa invitation visa (visa undangan), biayanya mungkin sekitar Rp. 300.000. Setelah sampai di bandara Kairo kita harus membeli visa on arrival seharga 15 USD.

  3. Hotel di Kairo banyak sekali, ini tergantung budget kita. Mau yang bintang 5 atau sekedar nyaman untuk menginap. Di wilayah Hay Asyir ada beberapa penginapan yang dikelola oleh mahasiswa Indonesia yang harga permalamnya berkisar antara 30 - 35 USD.  Ada Wisma IndonesiaGraha Jatim, dan Griya Jateng. Kelebihan menginap di sini, kita bisa meminta mahasiswa itu untuk menjadi guide kita.

  4. Untuk transportasi selama di Kairo, lebih baik kita menyewa mobil untuk mempermudah mobilitas kita selama di Kairo. Usaha penyewaan mobil ini banyak dimiliki oleh mahasiswa, harga sewa per harinya berkisar antara 250 sampai 400 EGP (1 EGP = Rp. 1.460) tergantung mobil yang digunakan. Atau untuk lebih praktis sewa saja mobil, dan sopir yang merangkap jadi guide kita selama jalan-jalan. Ada beberapa travel yang dikelola mahasiswa Indonesia di sini, bisa juga jadi pilihan untuk berkeliling Kairo.
Lalu tempat mana saja yang harus dikunjungi selama di Mesir?? Ini dia beberapa tempat yang hukumnya wajib anda kunjungi :

Blue Mosque, Istanbul Turki


Blue Mosque

Berkunjung ke Turki, rugi rasanya kalau tak melihat keindahan dan keunikan Blue Mosque atau Masjid Biru. Disebut biru karena masjid ini berhiaskan keramik-keramik berwarna biru yang menutupi dinding dan kubahnya.
Sejenak memandang masjid ini sangat indah dan teduh. Bangunan ini berada di Istanbul Turki dan dibangun olehSultan Ahmed I berasal dari Dinasti Ottoman yang menguasaiTurki pada abad ke-14. Sultan Ahmed I memerintah Turki mulai tahun 1603 – 1617. Konstruksi masjid mulai dibangun pada tahun 1609, oleh arsitek terkenal pada jaman itu, yaitu Mehmed Aga. Pada tahun 1616, masjid ini selesai dibangun.
Sultan Ahmed I membangun Masjid Biru untuk menandingi bangunan Hagia Sophiabuatan kaisar Byzantine yaitu Constantinople. Hagia Sophia berada satu blok dari Masjid Biru. Hagia Sophia dulunya adalah Gereja Byzantine sebelum jatuh ke daulah Turki Ottoman pada tahun 1453 M .
Kembali ke Masjid Biru yang elok nan rupawan ini, memiliki 6 menara, diameter kubah 23,5 meter dengan tinggi kubah 43 meter, dan kolom beton berdiameter 5 meter. Masjid ini adalah satu dari dua buah masjid di Turki yang mempunyai enam menara, yang satu lagi berada di Adana.
Menurut legenda, Sultan Ahmed I meminta kepada Mehmed Aga untuk membuat menara yang terbuat dari emas. Kata emas dalam bahasa Turki adalah “altin”. Apa mau dikata, sang arsitek salah mendengar. Ia mengira Sultan Ahmed I ingin memiliki masjid dengan 6 menara. Kata enam dalam bahasa Turki bunyinya “alti” dan memang terdengar amat mirip dengan “altin”.
Akhirnya dibuatlah Blue Mosque dengan 6 menara, bukannya 4 menara yang terbuat dari emas. Tadinya Mehmed Aga mengira kepalanya akan dipenggal oleh Sultan Ahmed I, namun ketika selesai, konon Sultan Ahmed I justru terpukau dengan desain 6 menara yang unik itu.
Kabarnya, akibat jumlah menara yang sama dengan Masjidil Haram di Makkah saat itu,Sultan Ahmed I mendapat kritikan tajam sehingga akhirnya beliau menyumbangkan biaya pembuatan menara ketujuh untuk Masjidil Haram.
Yang menarik, sebuah rantai besi yang berat dipasang di atas pintu gerbang masjid sebelah barat. Di masa lalu, hanya Sultan Ahmed I yang boleh memasuki halaman masjid dengan mengendarai kuda, dan rantai ini dipasang agar Sultan Ahmed I menundukkan kepalanya saat melintas masuk agar tidak terantuk rantai tersebut. Ini dimaksudkan sebagai simbol kerendahan hati penguasa di hadapan kekuasaan Ilahi.
Tidak jauh dari Masjid Biru, terdapat museum Aya Sofya. Selain terkenal dengan keindahan arsitekturnya, Aya Sofya pertama dibangun sebagai katedral, lalu diubah menjadi masjid selama 500 tahun dan sejak pemerintahan sekuler Republik Turkimenjadi museum sampai saat ini. Belum lagi istana Topkapi yang menyimpan beberapa peninggalan Rasulullah saw.
Masjid Biru, hingga kini, masih berfungsi sebagai tempat ibadah. Masuk dalam kompleks masjid terbesar di Istanbul ini, kita melewati taman bunga yang dilindungi pepohonan yang rindang. Sebuah tempat wudhu berderet di sisi depan masjid menyambut kita sebelum memasuki bagian dalam kompleks masjid.
Untuk menghormati masjid, wisatawan harus berpakaian sopan saat memasuki ruang masjid. Wanita harus mengenakan kerudung. Penjaga selalu siap mengingatkan di depan pintu masuk. Begitu sampai di dalam, sejumlah tamu Muslim melakukan shalat sunah masjid. Sementara sebagian lain memandang masjid dari bagian shaf belakang. Sebab, bagian depan hanya diperkenankan bagi mereka yang hendak bershalat.
Dari luar, tampaknya tak ada alasan karya arsitek Mehmed Aga yang dibangun pada 1609-1616 ini disebut dengan nama Masjid Biru. Barulah setelah kita masuk ke dalam, tampak bahwa interior masjid ini dihiasi 20.000 keping keramik biru yang diambil dari tempat kerajinan keramik terbaik di daerah Iznik . Kawasan Turki yang terkenal menghasilkan keramik nomor wahid berwarna biru, hijau, ungu, dan putih.
Karpet sutera yang menutup lantai masjid berasal dari tempat pemintalan sutera terbaik dan lampu-lampu minyak yang terbuat dari kristal merupakan produk impor. Banyak terdapat barang-barang dan hadiah berharga di masjid ini, termasuk Al Quranbertuliskan tangan. Keramik yang menghiasi dinding masjid bermotifkan daun, tulip, mawar, anggur, bunga delima atau motif-motif geometris. Terdapat 260 jendela di dalam masjid ini, sehingga bila kita berada didalamnya, suasananya teduh dan sejuk.
Elemen penting dalam masjid ini adalah mihrab yang terbuat dari marmer yang dipahat dengan hiasan stalaktit dan panel incritive dobel di atasnya. Tembok disekitarnya dipenuhi dengan keramik. Masjid ini didesain agar dalam kondisi yang paling penuh sekalipun, semua yang ada di masjid tetap dapat melihat dan mendengar Imam.

Monday, December 8, 2014

Perjalan ke Istanbul Turki

PERJALANAN saya awal September kemarin ke Istanbul, Turki, kalau dihitung sekarang sudah mendekati satu bulan. Kenangan perjalanan ke negara Eropa Timur itu tak terlupakan dan sangat sayang kalau dibiarkan hilang tanpa kesan. Saya merasa perlu berbagi dengan pembaca GoRiau.com, tentang apa yang mereka bisa, sementara kita disini? (Tanda tanya itu bermakna bahwa ini menjadi renungan dan introspeksi diri kita bersama)

Pertama saya melihat dan merasakan betul betapa penduduk di Istanbul sangat tertib dan disiplin ketika menaiki kendaraan umum. Transportasi utama di Kota Ottomen itu adalah train listrik, yang dimanfaatkan jasanya oleh semua orang baik penduduk asli maupun pendatang atau turis. Cukup dengan modal 6 Lira atau Rp 30.000, kita sudah memperoleh Istanbul Card dan siap diisi dengan saldo yang kita inginkan. Satu kali naik train jauh dekat membayar 1,9 lira atau sekitar Rp10.000 untuk klasifikasi umum, untuk mahasiswa diberikan tarif lebih rendah hampir separuh tarif umum.

Dalam kondisi rupiah sedang melemah memang terasa agak mahal untuk angkutan umum, namun yang membuat saya kagum adalah disiplinnya penumpang menggesekkan Istanbul Cardnya di mesin yang disiapkan. Padahal untuk menaiki train, penumpang yang harus masuk ke halte dipagari dengan besi pembatas pendek, bisa saja berjalan atau melompati pagar dan dapat naik train dengan gratis. Luar biasa, selama saya di sana tidak pernah saya mendapati kejadian itu. Mereka sangat tertib dan sepertinya malu kalau tidak bayar. Lalu saya bayangkan, di tempat kita Indonesia, atau Pekanbaru bagaimana?

Hal kedua yang saya rasakan adalah friendly dan Helpfulnya penduduk Istanbul. Entah ini hanya faktor kebetulan, tapi disetiap saat mengalami kesulitan selalu saja ada warga Istanbul yang menawarkan bantuan. Saat itu saya perlu mengisi Istambul Card di mesin isi otomatis. Kejadiaannya saat hari pulang ke tanah air dari penginapan menuju bandara. Saya hanya mengantongi satu lembar uang kertas 20 Lira karena di tanah air tentunya tidak perlu menyimpan Lira dalam jumlah yang banyak. Istambul Card itupun tidak perlu diisi banyak, karena tentunya akan mubazir. Seorang bapak tua yang penampilannya tidak rapi menunjukkan dengan bahasa Turki dan isyarat bahwa saya harus memasukkan uang 20 lira itu ke mesin agar saya bisa pakai Istanbul Cardnya. Lalu dengan isyarat juga, saya menyampaikan bahwa saya hanya ingin mengisi 5 Lira, sementara mesin itu memproses dengan uang pas. Spontan orang tua tersebut merogoh kantongnya dan mengeluarkan satu uang 10 lira dan dua uang 5 lira pada saya. Subhanallah, benar-benar orang tua itu sangat membantu. Saya tawarkan 10 lira sebagai ucapan terimakasih, beliau tidak mau menerima.

Padahal, kesan pertama ketika melihat sosok bapak tua itu, saya membayangkan hanyalah seorang tuna wisma di negara kita. Sekali lagi, subhanallah, lalu di tempat kita bagaimana?

Ketiga, saya melihat kebiasaan unik warga Turki yang sangat senang minum teh atau bahasa mereka cay. Satu gelas kecil teh hitam yang wangi dan agak berbeda dengan teh yang biasa kita konsumsi ditambah dengan dua kotak kecil gula. Gula pasir di negara kita yang biasa kita pakai dengan takaran sendok, mereka buat dalam bentuk dadu (kira-kira 3 x besar dadu halma). Disuguhi teh/cay menandakan penghargaan mereka atas kunjungan kita. Saat belanja di sebuah toko pakaian, saya disuguhi teh oleh pemilik toko. Jadi, minum teh menjadi bagian dari tradisi mereka. Yang berbeda adalah, teh mereka hanya diberi sedikit gula, agak pahit. Kabarnya himbauan dari pemerintah Turki karena penduduknya banyak mengidap diabetes, maka konsumsi gula dikurangi. Saya jadi sempat berpikir, begitu perhatiannya pemerintah Turki akan kesehatan rakyatnya, sampai mengkonsumsi gula pun mereka atur. Dan betapa disiplinnya penduduk mau mematuhi aturan yang dibuat pemerintah mereka. Lalu di tempat kita bagaimana? Perhatian pemerintah kita terhadap rakyatnya bagaimana?

Selanjutnya selama seminggu di Turki, saya menemukan banyak event atau kegiatan yang berkelas internasional diselenggarakan di kota Istanbul. Tepatnya di kota Serkeci, dekat dengan Haya Sofia, minggu itu ada kegiatan Festival Budaya Korea. Pertunjukan tari, parade, pameran, bazar, tentang budaya Korea membuat tempat wisata itu semarak dan ramai. Belum lagi event kongres dan Konvensi Bimbingan Konseling Dunia yang saya ikuti di Bogazici University, dimana ada lebih kurang 200 orang dari luar kota Istanbul datang mengunjungi tempat itu yang bukan hanya untuk berseminar. Mereka berkunjung ke objek wisata juga dan tentunya juga belanja atau menghabiskan uang mereka di Istanbul. Saya juga mendengar dalam waktu yang bersamaan di tempat lain juga ada kegiatan Internasional Education Expo yaitu pameran pendidikan yang mendatangkan pengelola perguruan tinggi di seluruh dunia untuk pameran di Turki. Luar biasa, begitu upaya pemerintahnya menggaet Turis atau pengunjung datang ke kota mereka. Take and give, saya kira itu adalah hal yang perlu kita tiru. Mereka memberi ruang bagi orang lain untuk menampilkan kebolehan sementara di sisi lain mereka juga mendapatkan keuntungan atas kegiatan tersebut. Lalu di tempat kita bagaimana?

Banyak pelajaran yang bisa saya dapatkan dengan perjalanan ke Turki. Ibarat katak yang keluar dari tempurung, membuat saya merasa bersyukur atas Rahmat Allah pada makhluknya dalam perjalanan ini. Saya semakin yakin bahwa kita sebagai manusia yang merupakan khalifah di muka bumi ini diberi kelebihan akal pikiran untuk mengolah alam demi kemaslahatan hidup manusia. Alam diciptakan Allah dengan segenap isinya hanya manusialah yang dapat mengolahnya. Kita manusia dengan modal akal pikiran harusnya menjalankan fungsi kita.

Dengan akal pikiran itu, rasa syukur terhadap semua yang Allah berikan tidak hanya sekedar diucapkan di mulut saja, tetapi harus ditunjukkan dengan perbuatan. Perbuatan yang berisi rasa syukur adalah perbuatan yang mengarah pada perbaikan atau kemajuan.

Introspeksi diri dan selalu belajar banyak dari orang lain sehingga membuat kita menjadi lebih baik, menurut saya adalah wujud dari rasa syukur. Mereka bisa, lalu kita kenapa tidak? Apakah kita tidak pernah bersyukur? Mungkinkah kita belum maksimal memfungsikan akal fikiran kita sehingga belum mampu mengolah alam untuk kemaslahan hidup kita? Jawabannya ada pada diri kita masing-masing, dan mari kita introspeksi diri.